Minggu, 27 November 2011

Putri Ulin

            Pada zaman dahulu hiduplah seorang putri bernama Putri Ulin. Sejak kecil ia tinggal sendirian di dalam hutan. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal saat Ia masih kecil. Ayahnya mati karena diterkam harimau, sedangkan Ibunya meninggal pula tak lama setelah tidak tahan menahan kesedihan itu.
             Suatu hari degan bekal seadanya, Putri Ulin pergi merantau ke kota meninggalkan rumahnya. Dengan jubah warna merahnya ia merasa mantap. Ia bertekad untuk mengubah nasibnya yang selama ini selalu saja hampir merenggut nyawanya. Hidup sendiri di sebuah rumah yang berdiri di dalam hutan benar-benar tidak aman baginya.
                “Ya Tuhan, air minumku sudah habis.” Ujar Putri Ulin. Setelah mengetahui tempat air minumnya telah kosong, ia pergi ke sungai. Air sungai itu sagat jernih. Di sungai itu juga Putri Ulin membasuh mukanya kemudian mengambil beberapa tetes air sungai itu untuk persediaannya menuju kota.
                “Tolong! Tolong aku! Kakiku terjepit! Tolong!”
                Putri Ulin mendengar teriakan parau. Suara itu sangat kecil sehingga mungkin hanya orang-orang dengan naluri alam saja yang bisa mendengarnya.
                “Suara siapa itu? aku harus pergi mencarinya.” Ucapnya seusai mengambil persediaan air minum untuknya.
                Perlahan-lahan Putri Ulin mencari sumber suara itu. ia memiliki insting yang tajam semenjak ditinggal oleh kedua orangtuanya. Kesendiriannya selama hidup di hutan telah melatihnya untuk selalu waspada terhadap terkaman binatang buas. Ia juga tidak ingin mati di tangan seekor harimau seperti nasib ayahnya.
                Teriakan minta tolong itu semakin jelas ditelinganya. Tanpa sengaja ia menemukan seekor kelinci lucu dengan kaki mungilnya yang terjepit di dalam sebuah perangkap.
                “Tolong! Tolong aku! Kakiku terjepit!” pinta kelinci lucu itu dengan lemah tak kuat menahan sakit akibat perangkap yang disiapkan oleh para pemburu hewan. Dengan cekatan, Putri Ulin berhasil melepaskan kaki kelinci putih itu.
                “Kau tidak apa-apa?
Untung saja kakimu tidak berdarah. Masih sakitkah?” Tanya Putri Ulin dengan lembut dan penuh perhatian. Namun Kelinci putih itu hanya duduk termangu memandang Putri Ulin. “Hei… kau baik-baik saja, ‘kan?”
                “Ah, iya! Terima kasih telah menolongku.” Jawab Kelinci putih itu setelah belaian lembut Putri Ulin membuyarkan lamunannya. “Kau mengerti apa yag aku katakan?”
                “Ah! Aku? Apa?! Aku mengerti bahasamu? A a a a apa ini?!” jawab Putri Ulin kebingungan. “Bagaimana bisa aku mengerti semua perkataan dari seekor kelinci sepertimu?” lanjutnya yang semakin bingung.
                “kau tidak perlu merisaukannya. Benar-benar menyenangkan bisa bertemu denganmu. Sekali lagi trima kasih telah menolongku. Aku harus pergi. Keluargaku telah menungguku. Sampai jumpa!” ucap Kelinci itu dan pergi meninggalkan Putri Ulin sendiri.
                “B b bagaimana ini bisa terjadi?  Ah, sudahlah! Aku harus melanjutkan perjalananku sebelum hari gelap.” Ujar Putri Ulin pada dirinya sendiri.
                Namun sebelum beranjak dari tempatnya, tanpa sengaja Ia melihat sebuah bunga yang indah nan segar dihadapannya. Cantik sekali. Ujarnya dalam hati. Setelah melihat ke sekelilingnya, Ia baru sadar bahawa kini Ia berada di tengah taman bunga yang bermekaran.
                “Wah! Benar-benar indah!” teriaknya. Ia-pun berputar-putar mengelilingi taman itu dan menikmati wangi segar yang dihamburkan oleh bunga-bunga itu.
                Ketika Putri Ulin sedang meluapkan kegembiraannya melihat beragam bunga, seseorang sedang memperhatikannya dari kejauhan.
                “Hei, Kelinci! Benarkah dia bisa berbicara denganmu?” Tanya orang itu pada Kelinci putih yang ditolong oleh Putri Ulin tadi.
                “Benar, Pangeran. Untuk pertama kalinya hamba brbicara dengan orang asing sepertinya selain dengan keluarga kerajaan.” Jawab Kelinci itu bersemangat.
                “Dia sangat cantik.” Ucap Pangeran yang terkagum-kagum dengan kecantikan Putri Ulin. “Hei, kau!”
                “Si siapa kau?” Tanya Putri Ulin. Kali ini ia mulai ketakutan. Kepalanya yang sebelumnya terbuka kini Ia tutup dengan topi jubah merahnya.
                “Aku… Hei, tunggu!”
Belum sempat meneruskan kalimatnya, Putri Ulin berlari begitu saja meninggalkan Pangeran. “Siapa dia sebenarnya?”
***

1 komentar:

quincyaaberg mengatakan...

Titanium Road Bike - Tips and tricks from the Tithi Tipster
As the Tithi Tipster has been providing titanium armor you with the best titanium block tips titanium network surf freely and tricks for your sport and race day. Find the columbia titanium best tips and tricks to titanium teeth dog help you win the

Posting Komentar